Kamis, 14 Maret 2013

MYSELF!!!!

I do what makes me happy, be with who makes me smile, laugh as much as I breathe, and love as long as I live.

Sabtu, 26 Januari 2013

Nasionalisme Bahasa Indonesia dalam Jiwa Generasi Muda Indonesia


Dewasa ini, penggunaan Bahasa Indonesia semakin menurun. Generasi Indonesia masa kini lebih memilih untuk menyisipkan istilah-istilah asing ke dalam Bahasa Indonesia daripada menggunakan Bahasa Indonesia seutuhnya. Bahkan mereka lebih memilih menggunakan bahasa asing seperti bahasa inggris. Dengan menggunakan istilah asing tersebut, mereka merasa lebih pintar dan terlihat lebih mengikuti era globalisasi.
Selain itu, mereka sering mencampuradukkan huruf besar dengan huruf kecil dan mencampuradukkan huruf dengan angka atau simbol-simbol tertentu di dalam penulisan. Akibatnya, mereka sering mencampuradukkan Bahasa Indonesia tanpa memperhatikan pemakaian Bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang baik dan benar serta menciptakan suatu gaya bahasa baru yang lebih sering dikenal sebagai bahasa alay.

Rasa bangga yang dulu melekat kuat dalam jiwa generasi Indonesia kini perlahan mulai menguap. Kecewa, mungkin hal tersebutlah yang akan dirasakan oleh para pemuda-pemudi Indonesia yang dahulu memperjuangkan Bahasa Indonesia jika mengetahui bahwa kini rasa bangga tersebut mulai menguap. Sumpah pemuda yang dulu diikrarkan dengan penuh rasa nasionalisme kini hanya menjadi rangkaian kata yang dihapalkan menjelang ulangan.

“Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
(Sumpah Pemuda, 28 Oktober1928)

Sumpah tersebut merupakan bukti bahwa begitu bangganya pemuda-pemudi bangsa Indonesia pada saat itu menjadi bangsa Indonesia yang turut andil dalam memperjuangkan Bahasa Indonesia. Bahasa yang dipercaya dapat mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dari segala penjuru daerah. Patutlah bila kita bangga menggunakan Bahasa Indonesia, tidak hanya sebagai bahasa resmi di instansi-instansi pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan formal namun juga menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa sesungguhnya memegang peranan penting dalam meningkatkan rasa nasionalisme. Sebagai generasi Indonesia, kita tidak boleh hanya berdiam diri melihat keberadaan bahasa kita yang semakin terpuruk. Kita harus bisa meningkatkan rasa cinta terhadap Bahasa Indonesia sehingga rasa nasionalisme seluruh generasi Indonesia juga akan semakin meningkat. Salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah dengan memberikan dan meningkatkan penyuluhan tentang penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan hal tersebut, kita bisa mengembangkan Bahasa Indonesia ke arah yang positif serta ke arah yang lebih baik lagi terutama dalam era globalisasi saat ini.


Peran generasi muda terhadap bahasa Indonesia


Generasi muda sebagai pilar utama dalam keberlangsungan bangsa ini, ternyata mulai sekarang dipertanyakan keberadaanya. Tidak hanya ketika ide dan pemikiran tetapi pengantar atau pun bahasa yang dituturkan ikut menjadi bagian terpenting di dalamnya.

Aspek yang rasanya juga jelas terlihat ialah aspek bahasa. Gaya bahasa gaul, yang sebenarnya merupakan bahasa dialek Jakarta turut hadir dalam novel genre ini. “Loe-gue” yang dihadirkan tidak sekadar membuat “teenlit” begitu terasa dekat dengan para remaja, tapi justru dunia remaja yang demikian itulah yang tercermin lewat “teenlit”. Belum lagi cara penyajiannya yang menyerupai penulisan buku harian, lebih membangkitkan keterlibatan para pembacanya. Keberadaan bahasa Indonesia di dalamnya tidak terencana, tidak terpola dengan baik, apa saja bisa masuk. Baik pada percakapan (dialog) maupun pada deskripsi, bahasa yang dipakai adalah bahasa gaul, bahasa prokem, bahasa slang, yang hanya dimengerti oleh anak remaja.

Keberagaman bahasa dan warna-warni percakapan tidak dapat dipola dan hampir tidak terkendali.
Lihatlah nama acara-acara di stasiun-stasiun televisi, siaran nasional, dan daerah. Simaklah laporan kalangan wartawan televisi dan radio (mereka pakai istilah reporter). Perhatikanlah ucapan-ucapan pembawa acara (mereka menyebutnya presenter) di layar kaca. Dengarlah dengan cermat bahasa mereka yang sehari-hari tampil di televisi, dalam acara apa pun.

Dengarlah nama-nama acara di stasiun-stasiun radio siaran. Bacalah nama-nama rubrik di media massa cetak. Perhatikanlah judul buku-buku fiksi dan nonfiksi yang dijual di toko-toko buku, di pasar buku, atau di kaki lima sekalipun. Simaklah dosen dan guru (terutama yang masih muda) yang sedang mengajar di depan kelas. Dengarkanlah petinggi atau pejabat negara yang sedang berpidato atau berbicara kepada wartawan.
Tiap saat dengan mudah kita dapat mendengarkan bahasa buruk. Contohnya, gue banget, thank you banget, ya!, Semakin lama semakin banyak orang yang berbahasa Indonesia dengan seenaknya, tidak mengindahkan norma atau aturan berbahasa yang berlaku resmi. Kalau benar isi pepatah lama, “Bahasa menunjukkan bangsa”, maka untuk mengetahui dan mengurai “wajah” negara dan bangsa kita kini tak usah mendatangkan ahli dari Amerika Serikat atau Australia.

Mengobati “penyakit” berbahasa yang sudah parah diperlukan usaha bersama semua pemangku kepentingan bahasa Indonesia untuk kembali menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa atau orang Indonesia. Warga negara yang sangat bangga sebagai orang Indonesia tentunya (seharusnya) juga mencintai bahasa nasionalnya sendiri. Kita, putra-putri Indonesia abad 21, yang benar-benar mencintai bahasa Indonesia pastilah menjungjung tinggi bahasa persatuan kita. Untuk mendukung usaha serius ini, pemerintah dan DPR perlu segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Kebahasaan yang dibuat tahun lalu.
Banyak bangsa lain, seperti Filipina dan India, merasa iri dan sangat terkagum-kagum terhadap bangsa kita karena memiliki bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa nasional. Ini merupakan salah satu jati diri asli bangsa kita.

Masyarakat komunikatif tercipta dengan mampu merasakan kepekaan dan kepedulian serta siap berargumentasi untuk memecahkan permasalahan kompleks yang diidap. Konkretnya dengan cara itu, dapat mengawal masa-masa sulit ini menuju suatu arah yang tepat. Bagaimanapun menyiapkan seperangkat infrastruktur yang kapabel menyikapi setiap kejutan-kejutan arah angin perubahan secara tenang dan penuh perhitungan dalam konsensus, dapat menyediakan energi yang berlimpah ketika kita amat membutuhkannya. Mengkedepankan prioritas tidak bermakna mengesampingkan kebutuhan lainnya.

Barangkali, sebagai bagian dari bangsa ini. Memang yang lebih diperlukan adalah kemampuan memelihara memori dan mengambil pelajaran dari apa yang sudah bersama kita lalui sebagai sebuah bangsa. Sebuah refleksi adalah juga jalan untuk upaya merawat ingatan; bahwa kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan beratus dekade oleh berjuta pejuang; bahwa otoriterianisme merupakan jalan yang tidak kita inginkan sebagai bangsa yang bercita-cita dewasa; bahwa represifitas melumpuhkan demokrasi dan intelektualitas; bahwa kebebasan berpikir dan bersuara telah dibayar mahal oleh nyawa yang tak ternilai; bahwa korupsi dan kawan-kawannya telah menghancurkan sendi-sendi keadilan dan meluluhlantakkan harapan untuk hidup makmur, sejahtera, dan berkeadilan; bahwa wajah pendidikan menentukan karakter bangsa; bahwa persoalan bangsa ini adalah persoalan yang harus kita selesaikan secara bersama-sama; bahwa jauh dari tempat kita berada banyak sosok yang tulus bergerak untuk sesuatu yang memiliki nilai kontribusi tinggi daripada kita yang hanya berdiam sambil berpura diskusi dan turut berpikir.

Pada berbagi kegiatan pun diharapkan masyarakat terutama orang muda harus merasa ikut memiliki lambang jati diri bangsa Indonesia. Rasa ikut memiliki itu akan mengukuhkan rasa persatuan terhadap satu tanah air, satu negara kesatuan, satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu bendera, satu lambang negara, dan satu lagu kebangsaan. Pada gilirannya rasa persatuan itu akan menjauhkan perpecahan bangsa sekalipun berada dalam era reformasi dan globalisasi.

Marilah mulai tumbuhkan kembali kesadaran dalam diri masing-masing untuk berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan indah. Ketika berbahasa asing, berbahasa asinglah dengan baik! Ketika berbahasa daerah, berbahasa daerahlah dengan baik! Ketika berbahasa nasional, berbahasa nasionallah dengan baik pula!

Jumat, 25 Januari 2013

The Roles of Literature in ELT


Literature plays important roles in the English Language Teaching.  It has been used in English Language Teaching classroom for increasing the language knowledge. There are three roles of literature in ELT. They are to enable student to grow personally and socially raising cultural awareness, to encourage imagination and increase appreciation in literature, and to improve psycholinguistic aspects of language learning.

The first role of literature in ELT is literature enables student to grow personally and socially raising cultural awareness. Literature brings into the picture as regards the understanding and appreciation of different cultures and ideologies together with the developing of one’s perception of feelings and artistic forms.  Lazar (1993: 11) asserts that literature should be seen as a bridge to provide access to cultural background. Students can see the world through different writes from different cultures and learn the ways to deal with things happening around them. Furthermore, they can explore the human condition. Literature also educates the whole students’ personality since it includes a lot of cross-curricular and cross-cultural relations.

Second, literature encourages students’ ability and imagination in literature and to increase their appreciation of literature. Literary works have several of meanings which encourage the students’ imagination. Moreover, they can share their feelings and opinions. Students will get opportunity to explore the world imagination. At advanced levels, for example, students are given literature in its original form so that they can develop their imagination  and appreciation of literature. They are able to observe how characters in a play or a short story and  identify themselves with the characters in the stories they read.

Last, it is further stated that literature improve the psycholinguistic aspect of language learning because it focuses on discourse processing skills and enhances the expansion of vocabulary and reading skills. Literature, in addition, has experienced revival with the advent of the communicative approach in language teaching because it provides learners with authentic material, fun and culture (Hall, 2005:47-57).

In conclusion, literature in English Language Teaching provides students with an incomparably rich source of authentic material. If students can gain access to this material by developing literary competence, then they can effectively appreciate the literature at a high level. using literature in a foreign language class serves for creating a highly motivating, amusing and lively lesson. Literature is not only a tool for developing the written and oral skills of the students in the target language but also is a window opening into the culture of the target language, building up a cultural competence in students.


My Biggest TARGETS in 2013


  
©      I’m able to graduate from English Education of Sriwijaya University with the best GPA in April.

           ©      I’m able to contribute my best in my organizations; BGK, AIESEC,                Dubas Sumsel and GPV Palembang.

                 ©       I’m able to get abroad scholarship, especially German.
                   
                          ©      I’m able to enroll as Graduate Degree student in Sriwijaya                             University.

Sikap generasi muda terhadap fungsi bahasa Indonesia


          Bahasa Indonesia yang kita gunakan sehari-hari sebagai alat komunikasi memiliki fungsi dan peranan yang cukup besar. Bayangkan saja bila kita tidak memiliki bahasa permersatu (Bahasa Indonesia), dengan apa kita berkomunikasi? Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat yang jumlahnya terbilang banyak, jika tidak ada bahasa Indonesia maka dapat dipastikan akan terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi sehari-hari. Misalnya saja, orang jawa berbicara kepada orang padang dengan menggunakan bahasa daerah masing-masing. Apa pembicaraan mereka dapat disatukan? Apa orang jawa mengerti yang dimaksudkan orang padang? Jawabannya tentu tidak. Disinilah terlihat jelas betapa besar peranan Bahasa Indonesia.

Fungsi bahasa, yaitu :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.

Sedangkan peranan bahasa adalah sebagai bahasa pemersatu (bahasa nasional) bangsa. Tanpa bahasa Indonesia, mungkin bangsa Indonesia bisa kehilangan jati dirinya. Di jaman yang makin serba canggih ini, bahasa pun juga telah termodifikasi sedemikian rupa, khususnya oleh para generasi muda. Hal ini menyebabkan bahasa indonesia saat ini berada dalam masa krisis. Tentunya kita semua tahu bahwa para generasi muda sekarang ini kerap kali menggunakan “bahasa gaul” sebagai alat komunikasi. Bahasa indonesia yang baik dan benar pun sudah jarang terdengar lagi. Masyarakat umumnya berpikir kalau kita menggunakan bahasa Indonesia sesuai aturan berarti kita sudah ketinggalan jaman, tidak gaul, kaku, dan lain sebagainya. Pandangan generasi muda pun berubah, dan akhirnya mereka terbawa arus, menggunakan bahasa gaul dalam komunikasi sehari-hari.

Akibatnya, sekarang ini hampir 80% generasi muda menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, bahasa Indonesia yang sebenarnya pun sudah mulai ditinggalkan. Padahal apabilla kita teliti lebih detail, jelas sekali bahasa gaul ini merusak bahasa nasional kita. Bila dibiarkan begitu saja bukannya tidak mungkin bahwa bahasa Indonesia akan benar-benar hilang di telan masa. Bayangkan saja bila hal tersebut benar-benar terjadi. Sungguh hal yang benar-benar merugikan bangsa. Coba kita ingat-ingat lagi perjuangan para pahlawan kita dulu yang dengan jiwa dan raganya membela tanah air bahkan nyawa taruhannya.

Namun, generasi muda jaman sekarang dengan seenaknya mengubah apa yang sudah diperjuangkan.
Sekarang ini generasi muda kita kurang memberikan pengaruh yang positif bagi bahasa Indonesia. Namun, tidak ada kata terlambat. Seharusnya generasi muda penerus bangsa menjaga baik, memelihara, dan melestarikan apa yang sudah kita miliki, bukannya mengubah sesuai kemauan mereka. Untuk itu, mulai dari sekarang marila gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidahnya. Memang susah, apalagi sepertinya bahasa gaul telah berakar pada setiap diri para generasi muda, namun apa salahnya mencoba. Mari selamatkan bahasa Indonesia kita, bahasa pemersatu bangsa Indonesia.

Lara Hati

Kau bungkam seribu bahasa
Kau diamkan ku tanpa alasan
Sungguh perih hati ini
Sungguh remuk jantung ini

Lara hati yang ku rasa
Saat kau mengabaikan ku
Lara hati yang ku rasa
Saat kau tak pedulikan ku
Lara hati yang berkecamuk
Tak bisa ku pendam lagi

Apa salahku
Mengapa kau begini
Diam bukanlah caramu
Kau bukanlah yang dulu
Kau tlah berubah
Tanpa sebab, tanpa alasan

Bicaralah padaku
Katakan apa yang kau mau
Lara hatiku tak mampu
Memendam rasa sakit itu
Bicaralah sayang
Ucapkan aku cinta padamu